Friday 29 June 2018

Rindu Mengolah Tanah

Sebelum mengenal akuaponik, kebun belakang dimanfaatkan untuk menanam sayuran, dengan media tanah. Sekarang, meski lebih banyak bermain dengan akuaponik, tapi masih sedikit tetap menanam dengan media tanah meski dengan wadah pot kecil dan sering tak terurus.
Lama bermain-main dengan akuaponik, rupanya rindu juga dengan kebiasaan menyiram tanaman, mencangkul, menyiangi tanaman. Harap maklum, dalam menanam sayuran dengan sistem akuaponik, aktivitas seperti menyiram, mencangkul tidak lagi dilakukan, karena dengan akuaponik yang kita lakukan hanya memberi makan ikan, dan mengontrol sistem supaya tetap lancar.
Untuk mengobati rindu kebiasaan menanam dengan media tanah, ada keinginan untuk menghidupkan lagi aktifitas itu, sekaligus untuk pembelajaran anak-anak yang kebetulan sudah mulai bisa diajak 'kerjasama'. Dan supaya dapat terwujud keinginan itu, dicoba untuk memaksimalkan lahan pekarangan yang ada.
Kebetulan pekarangan yang ada  terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan belakang. Untuk memanfaatkan bagian depan rasanya tidak mungkin, karena bagian depan sengaja  ditanami pohon besar, tujuannya untuk menyaring udara yang masuk ke rumah supaya bersih dan segar. Jalan lain adalah memanfaatkan lahan bermain di belakang yang selama ini memang tidak dimanfaatkan untuk menanam namun untuk bermain anak-anak. Supaya anak-anak tetap memiliki aktivitas bermain di luar ruangan, maka untuk mengganti lahan bermain di belakang, di depan di bawah pepohonan dibuatkan area bermain buat anak-anak, walau hanya sederhana dan dibuat sendiri he..





Depan buat bermain.

Sebelum memanfaatkan ruang bermain di lahan belakang untuk menanam sayuran, tentu harus mendapatkan persetujuan istri juga, nggak boleh egois he... Setelah disetujui, barulah dieksekusi. Lahan untuk menanam dibuat bedengan yang terdiri dari 3 kotak. Supaya bisa rapi dan tanah tidak melorot, untuk tiap bedengan dipasang pembatas dari policarbonat yang kebetulan ada bekas atap pendopo dan tak terpakai.
Meski tidak besar, tapi dengan cara ini menanam sayuran di tanah bisa terkabul he... Di lahan ini, saya dan keluarga bisa menyiram sayuran dengan gembor, mengolah tanah dengan cangkul atau 'gathul', bisa menyiangi jika lahan sudah banyak ditumbuhi rumput liar, dan masih banyak lagi.


Biar kayak di luar negri he...


3 bedeng, 1 sudah terisi, 2 lagi belum.


Yang lebih penting, meski anak-anak masih kecil, paling tidak mereka bisa melihat kebiasaan orang tuanya bercocok tanam, dengan cara inilah semakin lama mereka akan semakin tertarik, seperti pepatah yang mengatakan 'Treno Jalaran Seko kulino'. Dan pada saatnya tiba mereka mulai dilibatkan dan diberi tanggungjawab walau hanya menyiram setiap hari.

Untuk tanah, saya memanfaatkan kompos dari bank sampah daun yang sudah jadi, dicampur dengan pupuk kandang. Dengan cara ini dedaunan kering yang gugur bisa lebih bermanfaat lagi daripada harus dibuang atau dibakar. 
Semoga dengan cara ini semangat berkebun akan terus membara.... amin...

Selamat berkebun

Wana Wana

No comments:

Post a Comment